Uang panai’ (panaik}, atau kadang beberapa orang menyebutnya sebagai uang mahar merupakan tradisi bagi orang suku Bugis-Makassar yang masih dilakukan hingga saat ini.
Kebiasaan ini dilakukan pada saat akan melangsungkan proses pernikahan.
Uang panai’ adalah pemberian harta benda oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Perlu kamu ketahui, bahwa ada sebagian masyarakat yang mempercayai bahwa semakin besar nominal uang panai’ dinilai semakin tinggi “kualitas” dari sang calon pengantin wanita.
Misalnya saja, calon pengantin wanita yang hanya tamatan SMA, uang panai yang harus disiapkan bisa berkisar pada angka 50 juta.
Sedangkan bila mereka berhasil menyelesaikan pendidikan sampai tingkat S1, uang panainya bahkan bisa sampai 150 juta.
Hal ini sedikit banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat luas, karena “keharusan” uang panai ini dianggap membebani calon pengantin pria.
Apalagi bagi mereka yang bukan berasal dari kedua suku ini dan ingin menikahi wanita suku bugis-makassar.
Bahkan terkadang, lamaran tidak terima karena calon pengantin pria tidak bisa memenuhi jumlah uang panai’ yang diminta oleh pihak keluarga calon pengantin wanita.
Terus, bagaimana hukum pemberian uang panai’ dalam Islam?
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (MUI Sulsel) telah menerbitkan fatwa mengenai hal ini.
Hukum dari adat ini tertuang dalam Fatwa MUI Sulsel Nomor 02 Tahun 2022 tentang Uang Panai’.
Fatwa MUI Sulsel tentang Uang Panai’
Berikut isi fatwa nya:
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan, setelah:
MENIMBANG :
- Pemberian uang panai’ merupakan adat di kalangan masyarakat Bugis-Makassar;
- Uang panai’ merupakan pemberian uang dan materi lainnya yang bersumber dari pihak calon mempelai laki-laki kepada calon pihak mempelai wanita sebagai bentuk penghargaan untuk prosesi pesta pernikahannya. Uang panai’ pada suku Bugis-Makassar digunakan sebagai uang pesta pernikahan atau biasa juga disebut dengan uang belanja sebagai bentuk keseriusan pihak laki-laki menjadi calon kepala rumah tangga;
- Uang panai‘ berbeda dengan mahar. Mahar adalah kewajiban agama yang menjadi mutlak dalam prosesi nikah. Sementara uang panai‘ adalah tuntutan adat yang mentradisi pada masyarakat Bugis-Makassar sebagai biaya yang disediakan oleh pihak laki-laki untuk prosesi acara pesta dan nikah. Jumlahnya variatif sesuai dengan kesepakatan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan;
- Beberapa jenis pemberian dalam pernikahan dalam tradisi Bugis-Makassar seperti uang panai‘, leko, erang-erang (seserahan), sompa atau sunrang (mahar) dan passio (pengikat);
- Beberapa realitas yang terjadi di tengah masyarakat terkait uang panai’ antara lain:
- Terjadinya pergeseran budaya uang panai’ yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada keluarga mempelai wanita, menjadi ajang prestise dan pamer serta pembohongan publik di tengah masyarakat;
- Sebagian masyarakat menjadikan anak perempuan sebagai komoditas untuk mendapatkan uang panai’ yang setinggi-tingginya;
- Menjadikan uang panai’ yang derajatnya sebagai pelengkap (tahsiniyat) menjadi hal yang paling utama (dharuriyat) dalam perkawinan dibandingkan dengan mahar yang hukumnya adalah wajib;
- Menjadikan uang panai’ sebagai penentu realisasi sebuah perkawinan dibandingkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam;
- Terjadinya berbagai bentuk kejahatan (riba, mencuri dll) untuk memenuhi uang panai’;
- Terjadinya kasus perzinaan yang dilakukan oleh muda-mudi disebabkan ketidaksanggupan untuk menikah karena tingginya uang panai’;
- Terjadinya kawin lari (silariang) dan nikah siri yang dilakukan oleh kedua mempelai karena laki-laki tidak sanggup memenuhi uang panai’;
- Banyaknya pria dan wanita lajang yang tidak menikah karena ketidaksanggupan untuk memenuhi uang panai’.
- Munculnya dampak psikologis yang dirasakan oleh laki-laki dan wanita bahkan keluarga besar dari kedua belah pihak seperti stress dan kecemasan karena tingginya uang panai’.
- Bahwa dengan hal itu, MUI Provinsi Sulawesi Selatan perlu menetapkan fatwa dan memberikan rekomendasi seputar fenomena uang panai’.
MENGINGAT :
Firman Allah swt. dan Hadis Rasulullah saw. (lihat di halaman 2-5).
MEMPERHATIKAN :
Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Walimah (lihat di halaman 6).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UANG PANAI’
Pertama : Ketentuan Hukum
- Uang panai’ adalah adat yang hukumnya mubah selama tidak menyalahi prinsip syariah;
- Prinsip syariah dalam uang panai’ adalah:
a. Mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan bagi laki-laki;
b. Memuliakan wanita;
c. Jujur dan tidak dilakukan secara manipulatif;
d. Jumlahnya dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak;
e. Bentuk komitmen dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami;
f. Sebagai bentuk tolong-menolong (ta’awun) dalam rangka menyambung silaturahim.
Kedua : Rekomendasi
- Untuk keberkahan uang panai’, dihimbau mengeluarkan sebagian infaqnya kepada orang yang berhak melalui lembaga resmi;
- Hendaknya uang panai’ tidak menjadi penghalang prosesi pernikahan;
- Hendaknya disepakati secara kekeluargaan, dan menghindarkan dari sifat-sifat tabzir dan israf (pemborosan) serta gaya hedonis;
Ketiga : Ketentuan Penutup
- Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika pada kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya;
- Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Makassar, 1 Dzulhijah 1443 H (1 Juli 2022)
Download Fatwa MUI Sulsel tentang Uang Panai’ PDF
Sobat Akadnikah.net bisa mengunduhnya melalui link berikut: